Rabu, 14 Desember 2011

Laporan Pil


BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
     Obat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan utnuk dipakai dalam diagnosis,mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah peyakit pada manusia atau hewan. Salah satu kualitas obat yang mengherankan ialah mempunyai beraneka ragam kerja dan efek pada tubuh.
Setiap produk farmasi merupakan formulasi yang unik tersendiri. Disamping ramuan teraupetik yang aktif, formulasi ini pun masih mengandung sejumlah unsur-unsur nonteraupetik. Unsur – unsur ini pada umumnya dihubungkan sebagai bahan tambahan farmasetik, bahan pembantu atau bahan yang dibutuhkan, dan melalui pemakaiannya, suatu formulasi akan menimbulkan komposisi yang unik dan penampilan fisiknya yang khas, termasuk kedalam bahan – bahan tambahan ini pengisi, pengental, pembawa, surfaktan, zat penstabil, pengikat pada pil, zat pengawet, zat pemberi rasa, zat pewarna dan zat pemanis.
Pil merupakan salah satu produk farmasi yang beredar dipasaran. Pil merupakan salah satu sediaan farmasi yang sudah lama digunakan. Sedian pil sudah dikenal sebelum keluarnya produk obat modern, dahulu pil dibuat dengan cara tradisional akan tetapi untuk saat ini pil lebih mudah dibuat dengan cara yang lebih modern. Masyarakat lebih menggemari obat-obat tardisional dalam bentuk sedian pil dari pada sedian yang lain seperti jamu cair dan jamu serbuk, karena pil sangat evisien dikonsumsi tidak berasa pahit dan cara minum yang sangat mudah dari pada sedian yang lain. Oleh sebap itu sedian pil masih sangat diterima oleh masyarakat luas.
Tidak menutup kemungkinan sedian pil juga dikembangkan dalam pembuatan obat-obat sintesis dan obat-obat modern, seperti halanya pil KB, pil obat magg dan lain-lain. Sedian pil bisa di buat dengan cara tradisional dan cara modern. Oleh sebab itu sedian ini masih diajarkan dan di kembangkaan dalam lingkungan sekolah dibidang kefarmasian.
Namun bagi para pembuat yang masih baru pertama membuat terkadang masih banyak hambatan yang terjadi. Itu disebabkan karena banyak bahan obat yang perlu diperlakukan secara khusus. Selain itu, banyak juga bahan–bahan yang digunakan untuk membuat sediaan pil. Oleh karena itu, cara–cara pembuatan pil harus dipahami oleh para pembuat.
I.2 Maksud Dan Tujuan
I.2.1 Maksud Percobaan
  Memisahkan campuran dengan komponennya.
I.2.1 Tujuan Percobaan
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1.      Mengetahui dan memahami teori umum pil.
2.      Mampu mambaca dan membuat resep pil dengan metode pembuatan pil yang sesuai dengan zat aktif.
3.      Mampu mengitung dosis dari pil yang telah dibuat.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Teori
 Pilulae menurut FI III adalah suatu sediaan berupa massa bulat mengandung satu atau lebih bahan obat. Boli adalah pil yang beratnya 300 mg, pembuatannya sama dengan pil. Granula adalah pil kecil yang beratnya tidak lebih dari 30 mg, mengandung 1 mg bahan obat.
       Macam sediaan pil:
                  Bolus > 300 mg
                  Pil 60 – 300 mg
                  Granul  1/3 – 1 grain
                  Parvul  < 20 mg
            
Komponen pil:
   1. Zat utama : Berupa bahan obat padat (kinin sulfat), setengah padat (ekstrak beladon), cair (Tinct. Opii)
2. Zat tambahan berupa :
          - Zat Pengisi : Gunanya untuk memperbesar volum pil. Contohnya : Akar                         manis, bolus alba.
- Zat Pengikat : Membuat massa supaya saling melekat antara satu dengan yang            lain. Contohnya : Sari akar manis, gom akasia dan tragakan, succus.
- Zat pembasah : membasahi massa sebelum dibentuk.
  Contohnya : Air, gliserol, sirup, madu, campuran bahan tersebut atau bahan lain yang cocok.
       - Bahan Pemecah: Adanya bahan pengikat membuat pil sukar larut/pecah di          lambung butuh bahan pemecah Natrium bikarbonat aa bahan obat.
                - Zat Penabur : Membuat sediaan yang telah terbentuk tidak melekat satu sama lain atau dengan alat. Contohnya liqopodium dan talk (BO oksidator/ garam                      PB, pil putiah, kan disalut, amilum orizae, MgCO3,  radix liquiritiae pulv.
        -  Zat penyalut : Digunakan untuk menutup rasa dan bau yang tidak enak.            Mencegah perubahan.
      Pembuatan Sediaan
        Cara pembuatan pil pada prinsipnya, mencampur bahan-bahan obat padat sampai homogen kemudian ditambah zat-zat tambahan, setelah homogen ditetesi bahan pembasah. Kemudian dengan cara menekan sampai diperoleh massa pil yang elastis lalu dibuat bentuk batang dan dipotong dengan alat pemotong pil sesuai dengan jumlah pil yang diminta. Bahan pelicin ditambahkan setelah terbentuk massa pil agar supaya massa pil yang telah jadi tidak melekat pada alat pembuat pil.
TUJUAN PEMBERIAN SEDIAAN PIL
      A. Mudah digunakan/ditelan
      B. Menutup rasa obat yang tidak enak
      C. Relatif stabil dibanding bentuk sediaan serbuk dan solution
      D. Sangat baik utk sediaan yg penyerapannya dikehendaki lambat
KERUGIAN PIL
      A. Obat yang dikehendaki memberikan aksi yang cepat
      B. Obat yang dalam keadaan larutan pekat dapat mengiritasi lambung
      Syarat Pil
     A. Pada penyimpanan bentuknya harus tetap tidak begitu keras sehingga dapat       hancur dalam pencernaan. Untuk pil salut enterik tidak larut dalam lambung     melainkan usus halus.
      B.  Memenuhi keseragaman bobot.
      C.  Waktu hancur memenuhi syarat pengujian.
      II.2      URAIAN BAHAN
1.      Kalii permanganas  (FI edisi III, hal : 330)
Nama latin                               : KALII PERMANGANAS
Sinonim                                    : Kalium permanganas
Nama kimia                             : KmnO4
Pemerian                                  : Hablur mengkilap, ungu tua atau hampir  hitam  tidak berbau, rasa manis atau sepat.
Kelarutan                                   : Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam    air   mendidih.
Khasiat / kegunaan                  : Antiseptikum Ekstern.
Penyimpanan                              : Dalam wadah tertutup baik.
2.      Succus Liquiritae
Succus ini merupakan sediaan galenik dan radix liquiritae.
Pemerian                                             : Berwarna hitam coklat, larut dalam air.
Khasiat                                                : Zat pengisi (IMO; 84).
Penyimpanan                                             : Dalam wadah tertutup baik.

3.      Vaselin albi (Vaselin album) (FI edisi III, hal :633)
Nama latin                                : VASELIN ALBUM
Sinonim                                     : Vaselin putih
Pemerian                                  : Massa lunak, lengket, bening,putih. Sifat ini tetap setelah zat dileburkan dan dibiaarkan hingga dingin tanpa diaduk.
Kelarutan                                 : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)p. Larutan kadang-kadang beroplasensi lemah.
Khasiat / kegunaan                     : Zat tambahan (pengikat)
Penyimpanan                              : Dalam wadah tertutup baik.
4.      Aqua gliserinata (Aqua + Gliserin) (FI edisi III, hal : 96)
a.       Aqua destillata
Nama latin                            : AQUA DESTILLATA
Sinonim                                : Air suling
Pemerian                              : cairan jernih, tidak berbau, tidak mempunyai  rasa.
Khasiat / kegunaan               : Zat taambahan (pelarut)
Penyimpanan                        : Dalam wadah tertutup baik.
b.      Gliserin (Glycerolum) (FI edisi III, hal : 271)
Nama latin                            : GLYCEROLUM
Sinonim                                : Gliserol, Gliserin
Rumus struktur                  : CH2OH-CHOH-CH2OH (C3H8O3)
Pemerian                             : Cairan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau manis di ikuti rasa hangat.
Kelarutan                              : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P dan dalam minyak lemak.
Khasiat / kegunaan               : Zat tambahan (pelarut)
                        Penyimpanan                         : Dalam wadah tertutup baik.


BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
3.1.1 Alat-Alat Percobaan
·         Alu
·         Gelas ukur
·         Lumpang
·         Lap kasar
·         Lap halus
·         Kaca arloji
·         Kertas perkamen
·         Neraca analitik
·         Pipet
·         Sendok tanduk
·         sudip
3.1.2 Bahan-Bahan Percobaan
·         Kalium permanganate 1,5 g
·         Succus liquiritae 0,3 g
·         Vaselin alba 0,3 g
·         Aqua gliserinata (5 tetes aqua + 5 tetes gliserin)
3.2 Cara Kerja
·         Disiapkan alat dan bahan.
·         Dibersihkan lumpang dan alu dengan menggunakan kapas beralkohol.
·         Ditimbang bahan-bahan kalium permanganate 1500 mg,succus liquiritae 300 mg,vaselin alba 300 mg dan diukur aqua gliserinata,sebanyak 5 tetes aqua dan 5 tetes gliserin.
·         Dimasukkan bahan obat utama ( kalium permanganate),zat pengisi (succus liquiritae),zat pengikat (vaselin alba) kedalam lumping digerus hingga halus dan homogen.
·         Ditambahkan sedikit demi sedikit zat pembasah (aqua gliserinata),hingga massa pil menjadi plastis dan mudah dikepal.
·         Ditaburi papan pil dengan menggunakan talcum,massa pil digulung-gulung lalu dipotong,kemudian ditimbang.
·         Massa pil yang sudah ditimbang dibulatkan dengan cara digelinding-gelindingkan pada alat pembuat pil.
·         Dikemas dan diberi etiket putih,disertai aturan pakai.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

VI.1 Hasil Pengamatan
* Perhitungan bahan
   1 pil permaganas kalium          = 50 mg
   30 pil permaganas kalium        = 30 X 50 mg = 1500mg = 1,5 g
   Bobot pil                                 = 60 mg
   Succus liquiritiae                     = 60 mg - 50 mg = 10 mg
   30 pil                                       = 30 X 10 mg = 300 mg
   Vaselin alba                             =                                  
=  jumlah kalium permanganut + succus liquiritiae
= 1500 mg + 300 mg
= 1800 mg



IV.2  Pembahasan
Pada prinsipnya pembuatan pil adalah mencampurkan  bahan-bahan, baik bahan obatatau zat utama dan zat-zat tambahan sampai homogen.h, Setelah homogen,campuran ini ditetesi dengan zat pembasah sampai menjadi massa lembak yang elastic atau kohesif,lalu dibuat bentuk batangdengan cara menekan sampai sepanjang alat pil yang dikehendaki,kemudian dipotong dengan alat pemotong pil sesuai jumlah pil yang diminta. Bahan penabur ditaburkan pada massa pil,pada alat penggulung, dan alat pemotong pil, agar massa pil tidak melekat pada alat pembuat pil tersebut. Penyalutan dilakukan jika perlu, namun sebelum penyalutan pil harus kering dahulu atau dikeringkan dalam alat atau ruang pengering, dan bahan penabur yang masih menempel pada pil harus dibersih kan terlebih dahulu.
Pada percobaan ini pembuatan pil dengan komponen-komponen sebagai berikut:
1.    Zat utama/zat aktif : kalium permanganate
Zat aktif bahan obat harus memenuhi persyaratan farmakope.
2.    Zat tambahan yang terdiri dari:
a.         Zat pengisi : Succus liquiritae
Zat pengisi berfungsi untuk memperbesar volume massa pilagar mudah dibuat.
b.      Zat pengikat: adeps lanae
Zat pengikat berfungsi untuk memperbesar daya kohesi maupun daya adhesi massa pil agar massa pil dapat saling melekat menjadi massa ynag kompak.
c.       Zat pembasah : Aqua gliserinata
Zat pembasah berfungsi untuk memperkecil sudut kontak (90oC) antar molekul sehingga massa pil menjadi  basah dan lembek serta mudah dibentuk.
d.        Zat penabur : talcum
Zat penabur fungsinya untuk memperkecil gaya gesekan antara molekul yang sejenis maupun yang tidak sejenis, sehingga massa pil menjadi tidak lengket satu sama lain, lengket pada alat pembuat pil, atau lengket satu sama lain.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan sepertin yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Alat yang digunakan sebaiknya didibersihkan dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol sampai benar-benar bersih agar tidak berpengaruh terhadap sediaan pil dengan adanya bakteri yang tidak di inginkan.
Kalium permanganat, succus liquiritiae dan adeps lanae  ditmbang masing-masing yaitu  kalium permanganat 5g , succus liquiritae 0,3g serta Adeps lanae 0,3g  dengan menggunakan alat timbangan  yaitu timbangan neraca analitik. Penimbangan harus dilakukan secara seksama agar dapat menghasil sediaan yang lebih baik juga dapat meminimalisir kesalahan dalam pembuatan pil.
Setelah melakukan penimbangan, bahan-bahan berupa kalium permanganat, succuss liquiritiae dan zat pengikat ( Adeps lanae) dimasukkan kedalam lumpang dan digerus hinnga homogen. Cara menggerus adalah dilakukan dengan satu arah yaitu berlawanan dengan arah jarum jam.
Selanjutnya, ditambahkan sedikit demi sedikit zat pembasah (aqua gliserinata) hingga massa pil menjadi plastis dan mudah dikepal. Papan pil ditaburi dengan talcum dan selanjutnya missa pil digulung-gulungkan diatas papan pil, lalu dipotong. Potongan massa pil tersebut ditimbang sesuai yang di inginkan yaitu 50mg.
Setelah ditimbang, massa pil dibulatkan  dengan cara digelindingkan diatas papan pil yang telah ditaburi talkum. Namun  pada percobaan ini, kami memulatkan pil dengan tangan saja karena disesuaikan dengan keterbatasan  alat-alat laboratorium yang digunakan. Talkum digunakan untuk  mencegah lengketnya massa pil ketika dibentuk serta lengketnya pil yang satu dengan pil yang lain.
Pil yang telah terbentuk diusahakan memiliki bobot yang seragam. Selain itu juga, bentuknya harus tetap, tetapi tidak begitu keras sehingga dapat hancur dalam saluran pencernaan. Pada percobaan yang kami lakukan,, massa pil yang dibentuk terlalu lembek sehingga bentuknya menjadi tidak seragam.
Langkah terakhir adalah pengemasan pil. Dalam praktikum ini, pil dikemas dalam plastik obat dan diberi etiket putih atau untuk obat dalam. Obat dalam adalah obat yang digunakan melalui mulut dan masuk ke dalam kerongkongan kemudian ke perut/saluran pencernaan (oral). Epada etiket juga disertai cara pemakainnya.
Untuk penyimpanan pil adalah sama dengan penyimpanan tablet yaitu dengan memperhatikan sifat zat tambahan yang digunakan.




BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan
·         Pil merupakan sediaan yang berbentuk bulat telur, sediaan ini merupakan sediaan oral.
·         Tahap-tahap pembuatan pil ada beberapa cara yaitu, dengan pembuatan masa pil, pemotongan pil, pembulatan pil, dan penyalutan pil.
·         Untuk menghitung  dosis dari 30 pil Permanaganas Kalium  yaitu dengan mengalikan zat aktif dengan jumlah pil yang akan dibuat.
V.2 Saran
·       Sebaiknya pada saat praktikum ini praktikan diharapkan bisa meningkatkan ketelitiannya dalam pengukuran bahan – bahan obat.
·       Dan lebih focus dalam pelaksanaan praktikum agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan praktikum.

Pembuatan amilum 1


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di Indonesia, bahan makanan pokok yang biasa dimakan adalah beras, jagung, sagu, dan kadang-kadang juga singkong atau ubi. Bahan makanan tersebut berasal dari tumbuhan atau senyawa yang terkandung didalamnya sebagian besar adalah karbohidrat.
Karbohidrat merupakan segolongann besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur.
Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat. Hasil dari metabolism primer turunan dari karbohidrat berupa senyawa-senyawa polisakarida yaitu amilum.
Pati atau amilum merupakan simpanan energi didalam sel-sel tumbuhan, berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan diameter berkisar antara 5-50 nm. Di alam, pati banyak terkandung dalam beras, gandum, jagungg, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau ubi.
Didalam berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang, sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan, dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk dicerna.
Penampang amilum pada berbagai tanaman tentu berbeda-beda. Karena itu, praktikum kali ini akan membahas tentang perbedaan jenis amilum pada tumbuhan, yaitu amilum pada kentang (Solanum tuberosum)dan amilum pada sagu (Metroxylon sagu)
1.2  Tujuan Praktikum
1.      Mengetahui teori dasar tentang amilum.
2.      Mengamati amilum kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu) dengan uji organoleptis
3.      Membedakan amilum kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu) pada mikroskop



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar

Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat dialam, yaitu sebagian besar tumbuhan terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian (Poedjiadi, A. 2009).
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada kandungan tanaman. Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi. Amilum merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang (Gunawan,2004).
Amilum terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20 – 28 %) dan sisanya amilopektin.
a). Amilosa                : Terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan dengan ikatan α 1,4 glikosidik. Jadi molekulnya menyerupai rantai terbuka.
b). Amilopektin         : Terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan sebagian ikatan 1,6-glikosidik. adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terdjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih 1000 unit glukosa (Poedjiadi, A. 2009).
Secara umum, amilum terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan 80% bagian yag tidak larut air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asama mineral menghasilkan glukosa sebagai produk akhir secara hampir kuantitatif (Gunawan, 2004).
Bentuk sederhana amilum adalah glukosa dan rumus struktur glukosa adalah C6H11O6 dan rumus bangun dari α- D- glukosa :

Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase, dalam air ludah dan dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap amilum yang terdapat pada makanan kita oleh enzim amilase, amilum diubah menjadi maltosa dalam bentuk β – maltosa (Poedjiadi,A. 2009).
Amilum juga disebut dengan pati. Pati yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai bagian tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung dan padi ; dari umbi kentang ; umbi akar Manihot esculenta (pati tapioka); batang Metroxylon sagu (pati sagu); dan rhizom umbi tumbuhan bersitaminodia yang meliputi Canna edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma angustifolia (pati umbi larut) (Fahn, 1995).
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi adalah jagung (Zea mays), Padi/beras (Oryza sativa), kentang (Solanum tuberosum), ketela rambat (Ipomoea batatas), ketela pohon (Manihot utilissima) (Gunawan, 2004)
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari Zea mays Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum tuberosum Linne (Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal, membulat atau sferoidal dam mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum dan kentang mempunyai komposisi yang kurang seragam, masing-masing mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi tablet, bahan pengikat, dan bahan penghancur. Sementara suspensi amilum dapat diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap keracunan iodium dam amilum gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk supositoria (Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal ini disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang kurang baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai pengisi tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar, 2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan sebagai pengencer plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan oleh pendarahan, luka terbakar, pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang terdapat dalam pasaran adalah Volex® (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia faramasi  digunakan sebagai bahan penghancur atau pengembang (disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).

2.2 Deskripsi Tanaman
  1. Kentang (Solanum tuberosum)
a)      Klasifikasi
Regnum    : Plantae
Divisi        : Magnoliophyta
Kelas        : Magnoliopsida
Ordo         : Solanales
Famili       : Solanaceae
Genus       : Solanum
Spesies     : Solanum tuberosum L.
b)      Morfologi
Tanaman kentang adalah tanaman herba semusim dan menyukai iklim yang sejuk. Di daerah tropis cocok ditanam di dataran tinggi. Karena merupakan tanaman herba, maka tanaman kentang tidak dapat tumbuh tinggi dan tidak berkayu.
Tanaman kentang menghasilkan umbi yang disebut kentang. Tanaman kentang termasuk tergolong kedalam suku terung-terungan (Solanaceae).
Tanaman kentang merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan dan sekarang banyak dibudidayakan di Eropa.
Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun. Bentuk sesungguhnya menyemak dan bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50-120 cm, dan tidak berkayu (tidak keras bila dipijat). Batang dan daun berwarna hijau kemerahan-merahan atau keungu-unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu, tumbuh di ketiak daun teratas, dan berjenis kelamin dua. Benang sarinya berwarrna kekuning-kuningan dan melingkari tangkai putik. Putik ini biasanya lebih cepat masak. Buahnya berbentuk buni, buah yang berkulit/dindingnya berdaging, dan mempunyai dua ruang. Di dalam buah berisi banyak calon biji yang jumlahnya bisa mencapai 500 biji. Akan tetapt, dari jumlah tersebut yang berhasil menjadi biji hanya sekitar 100 biji saja, bahkan ada yang Cuma puluhan biji, jumlah ini tergantung dari varietas kentangnya. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus. Akar ini berwarna keputih-putihan. Kedalaman dayatembusannya bisa mencapai 45 cm. Namun, biasanya akar ini banyak yang mengumpul di kedalaman 20 cm. selain mempunyai organ-organ tersebut, kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang samping yang masuk ke dalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat sehingga membengkak dan bisa dimakan. Umbibisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan membentuk cabang-cabang baru. Semua bagian tanaman tersebut mengandung racun solanin. Begitu pula umbinya, yaitu ketika sedang memasuki masa bertunas. Namun, bagian umbi ini, bila telah berusia tua atau siap panen, racun ini akan berkurang bahkan bisa hilang, sehingga aman untuk dimakan.
c)      Kandungan Kimia
Umbi kentang mengandung alkaloida, flavonoida, pati dan polifenol.
d)     Khasiat
Umbi kentang berkhasiat sebagai obat luka bakar, obat kencing manis dan obat kurang darah.
  1. Sagu (Metroxylon sagu)
a)      Klasifikasi
Regnum    : Planta
 Divisi       : Magnoliophyta
Kelas        : Liliopsida
Ordo         : Arecales
Famili       : Arecaceae
Genus       : Metroxylon
Spesies     : Metroxylon sagu Rottb.
b)      Morfologi
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun.  Setiap rumpun terdiri dari 1-8 batang sagu, pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan.  Pada kondisi liar rumpun sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan (Harsanto, 1986).  Lebih lanjut Flach (1983) dalam Djumadi (1989) menyatakan bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon.  Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan tempat tumbuhnya.
Batang
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian bawah dapat mencapai 35 samapi 50 cm (Harsanto, 1986), bahakan dapat mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992).  Umumnya diameter batang bagian bawah agak lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya menagndung pati lebih tinggi daripada bagian atas (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992)
Pada waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton, kandungan acinya berkisar antara 15 sampai 30 persesn (berat basa), sehingga satu pohon sagu mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto, 1986; Haryanto danPangloli, 1992).


Daun
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan (Harsanto, 1986).
Daun sagu mirip dengan daun kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang.  Pada waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986; Haryanto dan Pangloli, 1992).  Menurut Flach (1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik, pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya sekitar 5 sampai 7 meter.  Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya bervariasi antara 60 cm sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm.
Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua dan matang.  Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang (Harsanto, 1986).

Bunga dan Buah
Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 sampai 15 tahun, tergantung jenis dan kondisi pertumbuhannya dan sesudah itu pohon akan mati (Brautlecht, 1953 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).  Flach (1977) menyatakan bahwa awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya.
Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang sagu, berwarna merah kecoklatan seperti karat (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).  Sedangkan menurut Harsanto (1986), bunga sagu tersusun dalam manggar secara rapat, berkuran secara kecil-kecil, waranya putih berbentuk seperti bunga kelapa jantan dan tidak berbau.
Bunga sagu bercabang banyak yang terdiri dari cabang primer, sekunder dan tersier (Flach, 1977).  Selanjutnya dijelaskan bahwa pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina terbuka atau mekar.  Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah tanaman yang menyerbuk silang, sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter jarang sekali membentuk buah.
Bilamana sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka bunga akan membentuk buah.  Buah bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah kelapa (Harsanto, 1986).  Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah diduga berlangsung sekitar dua tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992).

c)      Kandungan Kimia
Sagu mengandung pati, 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10mg kalsium, 1,2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil
d)     Manfaat
Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong menjadi 3-5 rantai glukosa (modifief starch) dapat dipakai untuk menguatkan daya adhesive dari proses pewarnaan kain pada industri tekstil.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari rabu, 26 oktober 2011 pukul 08.30. Bertempat di laboratorium Farmakognosi, Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
1.      Ayakan, digunakan untuk mengayak sagu.





2.      Aquadest, digunakan untuk medium pada mikroskop.





3.      Blender, digunakan untuk menghaluskan kentang.




4.      Cawan porselin, digunakan untuk menampung hasil endapan dari sagu dan kentang yang akan dikeringkan di oven.




5.      Gelas piala 500 ml dan 250 ml, digunakan untuk menampung hasil saringan bahan-bahan yang telah diblender.






6.      Kain kasa/kertas saring, digunakan untuk menyaring bahan-bahan yang akan dijadikan amilum.





7.      Kentang, digunakan sebagai bahan untuk pembuatan amilum.




8.      Mikroskop, digunakan untuk melihat penampang dari amilum kentang dan sagu.








9.      Oven, digunakan untuk mengeringkan hasil endapan bahan-bahan.




10.  Pisau, digunakan untuk mengupas kulit kentang sebelum ditimbang.




11.  Sagu, digunakan sebagai bahan yang akan dibuat amilum.





12.  Timbangan, digunakan untuk menimbang kentang dan sagu.





Rounded Rectangle: Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.3.3 Prosedur Kerja


 

Rounded Rectangle: Untuk sampel kentang dikupas kulitnya sebelum ditimbang dan sagu diayak terlebih dahulu.
Rounded Rectangle: Dilakukan sortasi masing -masing sampel, dicuci dan ditimbang sebanyak 500 g.
Rounded Rectangle: Hasil dari blender kentang dan campuran sagu disaring meng-gunakan kain kasa sambil diperas secara perlahan pada masing-masing gelas piala.
Rounded Rectangle: Dimasukkan kentang yang sudah dipotong-potong kedalam wadah blender, ditambah sedikit air dan diblender sampai halus. Untuk sagu langsung ditambahkan air dan dicampur.
Rounded Rectangle: Dikeringkan dengan meng-gunakan oven selama beberapa menit pada suhu 40-50oC.
Rounded Rectangle: Diendapkan dan dibuang air rendamannya.
Rounded Rectangle: Amilum yang diperoleh ditimbang untuk menghitung rendamannya.
Rounded Rectangle: Diamati secara makroskopik dan mikroskopik amilum yang diperoleh dan dibandingkan dengan amilum standar.
 


































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1.      Berat Endapan (amilum)
a.       Kentang (Solanum tuberosum)
Berat cawan kosong = 48,02 g
Berat cawan beserta isi = 48,14 g
Berat endapan (amilum) = Berat cawan beserta isi - Berat cawan kosong
= 48,14 – 48,02
= 0,12 g
b.      Sagu (Metroxylon sagu)
Berat cawan kosong = 48,02 g
Berat cawan beserta isi = 54,13 g
Berat endapan (amilum) = Berat cawan beserta isi - Berat cawan kosong
= 54,13 – 48,02
= 6,11 g
2.      Tabel Pengamatan Amilum
No
Nama Amilum
Organoleptis
1
Sagu
(Metroxylon sagu)
Warna  : coklat muda
Bau      : bau khas
Rasa     : tawar
2
Kentang
(Solanum tuberosum)
Warna  : putih keunguan
Bau      : bau khas
Rasa     : tawar



3.      Gambar Penampang Amilum
Medium       : Aquadest
Pembesaran : 40x
Kentang
Sagu

4.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan adalah percobaan pembuatan amilum. Dimana menggunakan sampel yaitu kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu). Setiap amilum pada berbagai tumbuhan bermacam-macam sehingga akan dilihat perbedaan amilum pada kentang dan sagu.
1.      Kentang (Solanum tuberosum)
Adapun langkah kerja dari pembuatan amilum kentang yaitu yang pertama disiapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian disortasi dan dicuci kentang, hal ini bertujuan agar sampel yang akan digunakan bebas dari kotoran atau benda-benda asing yang menempel.
Dikupas kulit kentang sebelum ditimbang karena dapat mempengaruhi bobot sampel yang digunakan. Bagian kentang yang digunakan pembuatan amilum hanya daging umbinya saja.
Dimasukkan kentang yang sudah dipotong-potong kedalam wadah blender, tambah sedikit air dan blender sampai halus. Tujuan dari langkah tersebut untuk menarik amilum pada kentang. Amilum dapat larut pada air dan ukuran partikel yang kecil akan mempermudah proses penarikan amilum dari kentang.
Setelah itu hasil blender kentang disaring menggunakan kain kasa sampil diperas secara perlahan pada masing-masing wadah atau gelas kimia. Hasil saringannya (filtrat) diambil dan diendapkan sedangkan residu atau yang tertinggal pada saringan dibuang.
Setelah mengendap, dibuang air rendamannya dan endapannya disalin pada cawan porselin. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama beberapa menit pada suhu 40-50oC. Pengeringan dilakukan agar air (pelarut) dapat menguap dan meninggalkan amilum murni dari kentang. Suhu yang digunakan 40-50oC karena jika dibawah dari itu air akan sulit diuapkan sedangkan jika diatas dari suhu tersebut akan berpengaruh pada amilum karena pemanasan berlebih.
Setelah kering amilum kentang berwarna putih sedikit keunguan dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa tawar. Sedangkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa tawar. Berat endapan kentang yaitu 0,12 g dan sagu 6,11 g.
Dari hasil pengamatan amilum kentang dibawah mikroskop menggunakan medium aquadest dan pembesaran 40 kali, diperoleh hasil bahwa amilum majemuk, dimana hilus terlihat jelas dan letaknya di ujung yaitu berupa hilus eksentrik. Lamela amilum kentang terlihat jelas. Hilus yang dimaksud adalah titik terbentuknya butir tepung sedangkan lamela adalah lapisan pada amilum.
2.      Sagu (Metroxylon sagu)
Adapun langkah kerja dari pembuatan amilum sagu yaitu yang pertama disiapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian disortasi dengan diayak terlebih dahulu sebelum ditimbang karena untuk sampel sagu yang akan digunakan hanya yang sudah berukuran kecil dan memisahkan dari partikel-partikel yang besar atau zat asing bercampur pada sagu.
Karena sagu yang digunakan sudah berukuran kecil sehingga langsung ditambahkan air dan dicampur. Tujuannya sama seperti pada kentang yaitu untuk menarik amilum pada sagu.
Setelah itu hasil campuran sagu disaring menggunakan kain kasa sampil diperas secara perlahan pada masing-masing wadah atau gelas kimia. Hasil saringannya (filtrat) diambil dan diendapkan sedangkan residu atau yang tertinggal pada saringan dibuang.
Setelah mengendap, dibuang air rendamannya dan endapannya disalin pada cawan porselin. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama beberapa menit pada suhu 40-50oC. Pengeringan dilakukan agar air (pelarut) dapat menguap dan meninggalkan amilum murni dari sagu. Suhu yang digunakan 40-50oC karena jika dibawah dari itu air akan sulit diuapkan sedangkan jika diatas dari suhu tersebut akan berpengaruh pada amilum karena pemanasan berlebih.
Didapatkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa tawar. Berat endapan sagu 6,11 g. Hasil pengamatan dibawah mikroskop menggunakan medium aquadest dan pembesaran 40 kali. Amilum sagu yaitu amilum bertipe kosentrik, terdapat hilus dan lamela, namun hilusnya tidak terlalu jelas kelihatan jika dibandingkan hilus pada kentang.


BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
1.      Amilum merupakan salah satu bagian dari sel yang bersifat non protoplasmik yang ada didalam plastida. Perkembangan amilum dimulai dengan terbentuknya hilus, kemudian diikuti oleh pembentukan lamella yang semakin banyak.
2.      Setelah kering amilum kentang berwarna putih sedikit keunguan dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa tawar. Sedangkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa tawar. Berat endapan kentang yaitu 0,12 g dan sagu 6,11 g.
3.      Amilum pada kentang merupakan amilum setengah majemuk diadelf, yaitu butir amilum mempunyai lebih dari satu hilus yang masing-masing dikelilingi lamella dan diluarnya dikelilingi lamela bersama, dan bersifat eksentrik. Sedangkan pada sagu, hilus dan lamela tidak terlalu jelas saat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop.

5.2 Saran
1.      Sebaiknya kentang dicuci terlebih dahulu sebelum diblender agar tehindar dari zat pengotor yang akan mempengaruhi hasil rendamennya.
2.      Saat mengamati amilum dibawah mikroskop, sebaiknya medium yang digunakan jangan terlalu banyak, karena akan mempengaruhi penampang yang diamati. Jika terlalu banyak medium, globul air akan mempersulit kita untuk mengamati hilus dan lamella yang terbentuk.




DAFTAR PUSTAKA
Anwar, E. et al.2004.Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu Sebagai Eksipien dalam Formula Sediaan Tablet dan Niosom.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Adam,M.,Hasan,H.2011.Penuntun Praktikum Farmakognosi.Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo

Fahn, A.1995.Anatomi Tumbuhan edisi ketiga.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Gunawan,D.,Mulyani,S.2004.Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya

Harsanto, P.B., 1986.  Budidaya dan Pengolahan Sagu.  Kanisius.  Yogyakarta.

Haryanto, B.  Dan Pangloli, P., 1992.  Potensi dan Pemanfaatan Sagu.  Kanisius.  Yogyakarta.

Jumadi, A., 1989.  Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulsel.  Thesis Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Poedjiadi.2009.Dasar-dasarBiokimia.Jakarta:Universitas Indonesia Press
Syamsuni, H. A. 2007. Ilmu Resep.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran